Budaya Kompetitif

Selesai menonton episode terakhir “The Last Dance” dipastikan banyak orang akan terinspirasi dan meniru Michael Jordan. Rasa kompetitif yang begitu tinggi menjadikan MJ sebagai pemain bola basket terbaik sampai dengan saat ini. Jangan hanya melihat kekayaan MJ yang sekarang mencapai 1.6 miliar dollar, namun perjalanan MJ untuk mendapatkan kekayaaan sebanyak itu amat menarik. MJ bahkan gagal masuk tim di SMA-nya tidak pernah putus asa dan terus berlatih, sehingga akhirnya bisa diterima dan kemudian mendapat beasiswa ke University of North Carolina (UNC). Kesuksesan tembakan di detik terakhir MJ menjadikan UNC menjadi juara NCAA. Tahun berikutnya setelah di-draft Chicago Bulls MJ menjadi rookie of the year, dan selanjutnya adalah sejarah. MJ memenangi kompetisi NBA sebanyak 6 kali. Seluruh episode “The Last Dance” menggambarkan betapa kompetitifnya MJ selama perjalanan karirnya, dan juga dalam menjalankan bisnisnya dengan Nike dengan brand “Jordan”. Tidak sedikit yang merasa kesal dengan arogansi MJ, namun mereka semua mengakui kehebatannya.

Cristiano Ronaldo juga demikian. Dikenal sebagai salah satu pesepakbola terkaya di dunia dengan kekayaan 460 juta dollar. Cristiano juga dikenal sebagai pesepakbola yang amat kompetitif, mnghabiskan waktu lebih lama dibanding teman satu tim. Dia sudah mulai berlatih satu jam sebelum waktu latihan bersama dan mengakhiri sesi dengan tambahan satu jam lagi untuk melatih tembakannya. Lima kali menjadi FIFA Player of The Year menjadi bukti kehebatannya, Apabila pesepakbola lain sudah memasuki usia pensiun pada usia 35, Cristiano masih berjaya dan menjadi andalan Juventus dalam merah scudetto Liga Italia. Disiplin dalam menjaga kebugaran menjadikan Ronaldo tetap fit dan bugar dalam usia sekarang. Cristiano juga dikenal sebagai sosok yang arogan, namun banyak yang mengagumi dan menjadikannya idola mereka.

Kita bisa melihat kesamaan antara Jordan dan Cristiano adalah kerja keras dan amat kompetitif. Cristiano tidak dikaruniai talenta yang luar biasa seperti Lionel Messi, tapi kerja keras menjadikannya lebih baik dari Messi. Banyak orang melihat mereka ketika sudah sukses, tetapi lupa untuk melihat proses mereka menjadi sukses dan menjaga kesuksesan mereka. Seperti kata Jenderal Norman Schwarzkopf, “success is sweet, but the secret is sweat”.

Bagaimana dengan budaya orang timur yang relatif malu dan tidak suka kompetisi? Mungkin ini menjadi masalah di dunia kerja di Asia dan Indonesia khususnya. Daripada mereka berupaya untuk bekerja keras dan berprestasi, yang dilakukan adalah menyenangkan pimpinan agar menjadi favorit sehingga karir menjadi lebih lancar. Hal ini sudah terjadi sekian lama, sehingga karyawan di perusahaan tersebut sibuk untuk melayani pimpinan saja. Setiap orang yang berfikir bahwa prestasi akan diikuti oleh karir akan kecewa dan demotivasi. Lebih parahnya apabila perusahaan masih memiliki ukuran keuangan sebagai sebuah indikator kesuksesan, namun tidak demikian dengan dunia birokrasi. Ukuran kinerja yang tidak jelas, membuat mereka tidak peduli dengan prestasi. Apabila terdapat ukuranpun kemudian dengan berbagai alasan dijustifikasi sehingga bisa diterima semua pihak. Pada akhirnya negara dan rakyat menderita dengan budaya yang demikian, karena tidak ada prestasi yang dihasilkan para pejabatnya.

Menteri negara BUMN yang baru, Erick Thohir, membawa perubahan. Beliau yang sudah dikenal sebagai pengusaha sukses tentunya tidak berniat mencari kekayaan lagi dari jabatannya. ET, panggilannya, melakukan reformasi di BUMN dan melakukan efisiensi dengan menghilangkan sekian banyak jabatan. Selain itu untuk kali pertama dalam sejarah menteri memiliki deputi di bidang human capital. Hal ini akan meningkatkan kinerja BUMN sehingga akan lebih kompetitif dan bersaing dengan perusahaan swasta. Seleksi kepemimpinan yang obyektif sesuai kinerja dan kompetensi akan memicu seluruh pejabat dan karyawan BUMN untuk berprestasi dan meninggalkan budaya menyenangkan atasan. Meskipun budaya tidak akan hilang dengan cepat, namun perjalanan sudah dimulai. Kita perlu dukung dan awasi bersama pelaksanaan tugasnya. Semoga kebiasaan pimpinan negeri ini untuk menitip akan semakin berkurang dan hilang. Semoga.