Favoritisme

Kita sudah bekerja sebaik mungkin, tapi nggak dapat kondite yang bagus. Kita sudah dedikasi waktu pikiran dan tenaga kepada perusahaan, tapi nggak dapat promosi juga. Kita terus melihat rekan yang lebih junior mendapat promosi lebih dahulu, padahal kerjanya biasa saja. Sampai kemudian kita mendengar bahwa rekan junior tersebut adalah satu almamater dengan atasan kita. Rasanya kesal banget, tetapi itulah dunia kerja. Hal itu biasa disebut dengan favoritism atau di Indonesiakan menjadi favoritisme. Seseorang mendapat kesempatan lebih besar dibanding yang lain, bukan karena kinerja tetapi hal di luar kinerja. Contoh lainnya adalah seseorang yang terus menerus mendapat tugas yang lebih menantang, padahal tidak sesuai dengan kemampuan dan kinerjanya sementara ada rekan lain yang lebih mampu tidak mendapat kesempatan. Berhubung kinerja terkit langsung kesempatan promosi dan bonus, maka favoritisme menjadi masalah penting dalam bekerja.

Favoritisme punya bentuk lain, yaitu nepotisme. Seseorang mendapat kesempatan tugas atau karir yang lebih baik dari yang lain karena hubungan keluarga. Ada sebuah survey di Amerika Serikat memberikan fakta bahwa 22% dari anak laki-laki akhirnya bekerja di perusahaan yang sama dengan ayahnya. Tentunya hasil suvey ini tidak selalu negatif, karena bisa saja anak yang direkrut memang memiliki kemampuan. Namun apabila dia direkrut melulu berdasarkan hubungan keluarga, maka termasuk kategori nepotisme.

Gimana praktek favoritisme dan nepotisme di Indonesia? Pada jaman orde istilah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) amat populer. Disilnyalir hampir semua pengusaha yang sukses di negeri ini ternyata memiliki hubungan dengan penguasa. Maka rumusnya mau sukses di Indonesia, maka jalinlah hubungan dengan keluarga pengusaha. Semua proyek menjadi lancar. Dunia pekerjaan juga tidak beda, penunjukkan seseorang menjadi seorang menjadi pejabat atau pemimpin BUMN harus terkait dengan penguasa. Di tingkat perusahaan, hal ini kemudian berlanjut dimana kita kenal istilah ABS atau asal bapak senang. Yang bisa menyenangkan atasan menjadi favorit dan merupakan kandidat utama menjadi pimpinan. Kompeten nggak? Nggak begitu penting. Oleh karena itu budaya KKN masih mendarah daging dan dipraktekkan meskipun di belakang layar.

Favoritisme dan nepotisme adalah hal yang biasa kita temukan di keseharian bekerja. Hal yang manusiawi namun memberikan dampak negatif yang luar biasa. Negara, khususnya Lembaga atau Perusahaan Negara tidak mampu berkinerja apabila masih ada praktek KKN. Apabila sebuah lembaga negara sangat penting bagi kehidupan rakyat banyak, maka bisa dipastikan karena ulah KKN ini maka rakyat yang akan menderita. Kaum pesimis akan mengatakan, “bangun bro, dunia tidak hanya hitam atau putih”. Benar, tetapi jangan ada toleransi untuk hal yang amat krusial seperti jabatan-jabatan penting di negeri ini.

Pratek ini tidak hanya terjadi di Indonesia tentunya. Kalau kita melihat film Jepang, Korea, Eropa dan Hollywood, favoritisme adalah hal yang biasa, dan selalu menjadi tema menarik dalam membuat film. Mari kita lihat hasil survey yang dilakukan oleh CBS mengenai favoritisme:

  • Sebanyak 56% dari pimpinan sudah mengetahui siapa yang akan dipromosikan walaupun proses seleksi belum dilaksanakan;
  • Setelah proses seleksi dilakukan 96% dari 56% kandidat tersebut mendapat promosi;
  • Budaya favoritism sudah dipraktekkan dimana-mana. 75% dari reponden menyaksikan hal tersebut, dan bahkan 23% dari responden ikut mempraktekkan. Lucunya dari 23% yang mempraktekkan tersebut sebanyak 83% mengatakan bahwa praktek favoritism adalah buruk;
  • Sebanyak 94% dari responden mengatakan bahwa perusahaan sudah memiliki sistem yang data meminimalisir praktek tersebut, namun dalam implementasinya berbeda;

Ada beberapa jenis dampak negatif dari praktek ini. Antara lain adalah demotivasi, penolakan, hilangnya pegawai yang potensial dan bahkan sampai tuntutan hukum. Apa yang harus dilakukan apabila kita dalam situasi seperti ini:

  • Evaluasi keadaan, jika kamu tidak bisa menerima kondisi ini, sebaiknya segera cari alternatif pekerjaan di tempat lain. Jangan lupa kalau pindah kerja, jangan hanya besaran gaji yang ditanya, tetap suasana dan budaya kerja di perusahaan tersebut menjadi amat penting;
  • Menerima keadaan sambil mengerjakan tugas sebaik-baiknya. Barangkali situasi kantor akan berubah dan menjadi pebih baik ke depannya;
  • Ikut berubah dan secara aktif ikut berusaha untuk menyenangkan atas. Tapi bukan berarti menyenangkan untuk hal-hal yang tidak terkait dengan pekerjaan ya bro. Buat atasan tergantung dengan kamu dalam hal pekerjaan, pasti kamu jadi orang paling favorit bagi dia.

Sudah ada alternatif pilihan. Kamu mau pilih yang mana?