Welcome Gen Z

Ini bukan Z dalam film Brad Pitt, World of Z, yang artinya Zombie. Ini penggolongan generasi yang dibuat oleh para sosiolog berdasarkan esai Mannheim, “The Problem of Generation” yang membagi generasi menjadi generasi era depresi, generasi perang dunia II, generasi paska perang dunia II, generasi baby boomer, generasi X, generasi Y (biasa disebut milenial), generasi Z yang lahir antara tahun 1995 sampai dengan 2010, dan terakhir adalah generasi Alpha yang lahir di tahun 2011 sampai dengan 2025. Jika kita melihat angka tahun kelahiran, berarti saat ini usia tertua generasi Z adalah 25 tahun. Usia tersebut sudah masanya memasuki dunia kerja, dan mungkin mereka sudah berada di sekitar kita sekarang.

Menggunakan data tahun 2010, bahwa saat itu jumlah Gen Z di seluruh dunia sudah mencapai 2.5 miliar orang, sementara di Indonesia jumlahnya mencapai 68 juta orang. Jumlah ini bahkan sudah mencapai hampir dua kali lipat generasi X yang merupakan orang tuanya. Generasi hidup dimana internet sudah ditemukan dan kemudian mereka tumbuh ditemani berbagai macam gadget yang memberikan akses ke internet, utamanya media sosial dan youtube. Lima tahun terakhir mereka juga sudah ditemani dengan berbagai macam program film blockbuster melalui Netflix, HBO, Showtime dan lainnya. Mereka juga melewati masa resesi ekonomi dunia pada tahun 2007, social justice dan sekarang covid-19. Mereka juga sudah terbiasa dengan segala macam e-commerce, online shopping dan transportation. Sementara generasi sebelum mereka masih relatif lebih aktif beraktivitas dan bersosialisasi secara langsung temu muka, mereka lebih banyak beraktivitas indoor dan  berhubungan melalui media pada gadget mereka.

Dikutip dari business insider generasi ini memiliki sifat yang amat berbeda dengan orang tuanya. Independen, bebas, keras kepala, pragmatis, dan terburu-buru adalah ciri umum dari generasi ini. Pola pikir dan bagaimana mereka menjalani kehidupan sehari-hari banyak dipengaruhi tontonan mereka. Cara berpakaian, berbicara, berinteraksi banyak dipengaruhi budaya asing dari film dan youtube. Karena menganggap youtube menjadi sumber informasi utama, mereka kemudian banyak yang bercita-cita menjadi youtuber. Dengan teknologi yang semakin canggih dan tidak berbatas jarak, mereka lebih asyik berinteraksi secara virtual. Belajar kelompok yang dulu dilaksanakan di rumah atau tempat tertentu, sekarang mereka lakukan secara virtual dan bisa dimana saja. Dengan akses yang semakin mudah, mereka juga tidak ragu untuk berkomunikasi dengan orang di negeri lain, baik berkenalan maupun menghubungi bintang idola mereka. Bahasa Inggris sebagai dasar berkomunikasi sudah tidak menjadi kendala karena mereka sudah terbiasa dengan seluruh tayangan dalam bahasa Inggris. Bahkan sekarang dengan maraknya K-Pop dan Drakor, banyak juga dari mereka yang fasih berkomunikasi dalam bahasa Korea.

Generasi ini lebih mengutamakan self-learning melalui media yang dimiliki meskipun tetap ikut pola konvensional yang ditetapkan pemerintah. Pandemi yang sedang terjadi sekarang tidak menganggu proses belajar mereka. Aplikasi Skype, Zoom, Google Meeting dan lainnya menjadi sarana mereka menjalani proses belajar dan berinteraksi dengan guru mereka. Banyak juga aplikasi di gadget yang memberikan referensi sumber pengetahuan bagi mereka misalnya youtube, wikipedia, blinkist dan lainnya. Mereka memiliki perpustakaan yang luar biasa besar dan luas yakni dunia internet. Setiap ada hal yang tidak dimengerti, mereka ketik di gadget dan langsung mendapat jawaban. Acara televisi konvensional juga tidak digemari oleh mereka. Mereka lebih memilih untuk mengontrol apa yang akan ditonton, daripada menunggu waktu dan acara yang akan ditayang di televisi. Menonton di gadget atau browsing internet lebih menjadi pilihan mereka.

Keseluruhan kondisi dan lingkungan yang berbeda juga membuat sebagian besar dari mereka, sekitar 50-70%, memilih daripada bekerja secara birokrasi di kantor lebih baik memiliki startup usaha sendiri. Mereka meyakini bahwa kekuatan networking akan menjamin kesuksesan bisnis mereka. Kalapun bekerja di kantor, pilihannya bukan semata-mata yang memberikan penghasilan terbesar. Dalam sebuah survei di Perancis, 25% generasi Z lebih memilih bekerja di perusahaan yang “menyenangkan”, 22% di perusahaan yang “inovatif” dan mengejutkan adalah 21% dari mereka ingin bekerja yang menjalankan etika bisnis. Informasi yang tanpa batas menjadikan mereka lebih sensitif dengan isu ketidakadilan rasial, perusakan lingkungan dan kesejahteraan sosial. Mereka tidak khawatir untuk berganti tempat bekerja ketika mereka melihat ada isu mengenai hal tersebut di tempat bekerja.

Demikian sekilas mengenai Gen Z. Karakteristik yang disampaikan di atas tentunya adalah secara umum, namun cukup membuat kita paham bagaimana harus berinteraksi dengan mereka. Dalam waktu singkat ke depan, mereka akan menjadi mayoritas komposi karyawan di lingkungan kita. Penting bagi kita untuk menyesuaikan diri dan berkomunikasi dengan cara mereka, bukan cara generasi sebelumnya karena komunikasi yang terjadi tidak akan efektif. Selamat datang Gen Z di dunia kerja.