Tidak seperti biasanya, Profesor kami hari ini membawa benda-benda yang tidak biasa ke dalam kelas. Beliau meletakkan seluruh benda tersebut di atas meja: sebuah wadah kaca yang cukup besar, beberapa batu, kerikil, pasir, dan segelas kopi.
“Mahasiswa semuanya, tolong perhatikan saya ya!” ucap Profesor dengan tersenyum cerah kepada mahasiswanya. Profesor memulai dengan memasukkan seluruh batu ke dalam wadah kaca dan kemudian bertanya kepada kami: “Apakah wadah kaca ini sudah penuh?”. Seluruh kelas menjawab dengan kompak: “Sudaaah!”.
“Kalian yakin??” balas Profesor. Beliau kemudian lanjut memasukkan kerikil ke dalam wadah kaca dan menggoyang-goyangkan wadah tersebut sehingga kerikil bisa masuk ke dalam wadah kaca, berada di antara batu-batu. Profesor kemudian bertanya lagi: “Apakah wadah kaca ini sudah penuh?”.
Sekarang kelas terbagi menjadi dua: Ada yang menjawab lantang sudah penuh, tetapi ada juga yang bilang belum. Profesor kemudian memasukkan pasir ke dalam wadah kaca. Sekarang dapat terlihat jelas bahwa wadah kaca penuh dengan batu, kerikil, dan pasir. Namun, Profesor tetap bertanya kepada kami: “Apakah wadah kaca ini sudah penuh?”.
Profesor melihat muka kami yang mulai kebingungan. Beliau kemudian menuangkan kopi ke dalam wadah kaca, sedangkan kami menahan nafas apakah kopi tersebut masih bisa masuk ke dalam wadah kaca yang sudah terlihat sangat penuh itu. Dan kopi tersebut masih dapat masuk ke dalam wadah kaca!
Hampir seluruh dari kami bertepuk tangan dengan aksi Profesor hari ini.
“Ok, ok, cukup tepuk tangannya. Mari kita tarik pelajaran dari demonstrasi saya barusan.”
“Anggap wadah kaca ini adalah hidup kita.
Batu-batu besar ini adalah hal TERPENTING dalam hidup kita: keluarga, pasangan hidup, anak, kesehatan, passion, pencapaian goals, atau apapun itu yang kita akan appreciate di akhir hidup kita. Ketika semua hilang dan tinggal tersisa batu besar ini, hidup kita tetap berarti.
Kerikil adalah hal-hal lain yang berarti dalam hidup seperti pekerjaan, rumah, mobil.
Sedangkan pasir adalah hal-hal kecil yang mengisi waktu kita yang bisa kita anggap tidak terlalu penting.”
“Nah, kalau kita mengisi wadah kaca dengan pasir terlebih dahulu, batu-batu besar dan kerikil ini tidak dapat masuk ke dalam wadah kaca. Analogi ini sama dengan hidup kita.”
“Kalau kita menghabiskan waktu dan energi untuk hal kecil yang kurang penting seperti pasir itu, kita tidak akan pernah mempunyai cukup waktu dan energi untuk hal terpenting dan paling berarti dalam hidup kita. Ingat, waktu kita di dunia ini mungkin tidak lama.”
“Cari tahu hal terpenting dan hal yang paling berarti bagi hidup kita – “batu besar” kita. Menghabiskan quality-time bersama keluarga, menengok orang tua, mengejar passion atau impian yang membuat kita excited, berolahraga secara rutin, dan sebagainya. Tentukan “batu besar” kita di dalam hidup ini.”
“Then put right things first. Tentukan prioritas. “Batu besar” kita menjadi prioritas utama. Sisanya dapat kita anggap sebagai kerikil dan pasir.”
Kemudian teman kami yang berbaju biru dengan semangat mengangkat tangannya bertanya, “Prof, saya lihat semua batu dan kerikil berhasil masuk ke wadah, sedangkan pasir tidak. Masih ada sisa pasir di meja Prof.”
“It doesn’t matter, Mas Baju Biru. Mereka hanyalah “pasir” – hal-hal yang dapat kita anggap tidak terlalu penting dalam hidup kita. Kita tidak perlu memaksakan seluruhnya masuk ke dalam wadah kaca kita.” Mas Baju Biru mengangguk setuju.
Sebelum kelas break, salah satu dari kami yang masih excited dengan pelajaran hari ini, kemudian menyeletuk, “Prof, terus kopi maksudnya apa? Tadi Prof belum menjelaskan.”
“Hahaa… Ya, kamu betul. Saya belum jelaskan kopi itu maksudnya apa.”
“Maksudnya… Sesibuk apapun kita dalam hidup, masih bisa lah kita ngopi-ngopi sama temen kita. Ya ga?” Kemudian satu kelas tertawa.