Siapa yang tidak kenal rasa malas? Rasanya hampir semua orang pernah merasakannya. Bahkan orang yang terlihat rajin sekalipun, pasti terkadang merasakan rasa malas. Dari setiap kegiatan kita sehari-hari, selalu ada hal-hal yang membuat kita malas sehingga membuat keseharian kita menjadi kurang produktif.
Meskipun begitu, rasa malas merupakan hal yang sangat sulit untuk dihilangkan. Di saat rasa malas menghantui, seringkali kita selalu mengatakan pada diri sendiri “Sudah dong malas-malasannya, yuk berhenti bermalas-malasan”. Padahal, menghilangkan rasa malas tidak sesederhana itu. Ibaratnya, menghilangkan rasa malas sesungguhnya sesulit memberitahu orang yang kelebihan berat badan untuk mengurangi berat badannya, pecandu narkoba untuk berhenti mengonsumsi narkoba secara instan, dan orang yang depresi untuk menjadi ceria dan semangat.
Stephanie Lee, penulis F*ck Yes! Saturday (FY!S), menyatakan bahwa kemalasan adalah hal alami yang dimiliki manusia dan seringkali disebut dengan “easy mode” dari kehidupan sehari-hari kita. Ketika seseorang menghadapi permasalahan atau harus memutuskan melakukan sesuatu, bisa jadi jalan yang dipilih adalah “easy mode” ini karena tidak melakukan sesuatu (do nothing) atau merasa aman (being really safe) untuk tidak melakukan sesuatu adalah hal yang paling mudah untuk dilakukan. Jadi, kemalasan adalah hal yang datang dari diri kita sendiri yang bisa terjadi dikarenakan misalnya, karena kita terlalu banyak pilihan, terlalu banyak informasi sehingga membuat kita bimbang dan memikirkan segala hal, atau kita tidak tahu arah mana yang kita tuju, hingga karena memang kita ingin menghindari pekerjaan yang berat.
Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menghadapi rasa malas. Rata-rata kita menghadapi rasa malas dengan mengerjakannya dengan cepat. Misalnya, ketika diminta untuk mencuci piring dan kita dalam situasi yang sangat malas melakukannya. Yang mendorong diri kita untuk pada akhirnya mencuci piring biasanya adalah pikiran seperti “Saya akan mencucinya dengan cepat agar pekerjaan ini segera berakhir dan saya akan kembali ke kegiatan saya sebelumnya”. Padahal, solusi tersebut bukanlah hal yang baik, karena mengerjakan sesuatu dengan cepat hanya akan berakhir pada rasa malas yang terus berkelanjutan.
Agar dapat menghadapi rasa malas, kuncinya adalah mengelola ekspektasi. Ekpektasi kitalah yang seringkali membuat “tembok tebal” dalam diri kita yang akhirnya menimbulkan rasa malas. Sebagai contoh ketika saya memiliki cita-cita untuk menjadi kaya dengan ekpektasi mendapatkan uang dengan cara cepat dalam kurun waktu satu tahun agar orang lain melihat saya sebagai orang yang sukses. Saya memiliki beberapa cara dan sudah memahami bagaimana saya melakukannya. Namun pada akhirnya karena ekspektasi yang saya set sedemikian rupa, saya tidak melakukan apa-apa karena terhalangi bayang-bayang kegagalan, terlalu banyak hal yang harus dilakukan hingga cemas dan khawatir ketika akan menjalankannya. Karena hal-hal itulah, pada akhirnya kita akan memasuki “easy mode” dalam diri kita atau bermalas-malasan sehingga tujuan tidak tercapai. Nah, untuk mengelola ekspektasi dan mengurangi rasa malas, ada lima hal yang dapat dilakukan sebagai permulaan, yaitu :
- Keluarkan tujuan/goal yang diharapkan dari pikiranmu dan kalau bisa ditulis dengan menggunakan tulisan nyata.
- Cari tahu hal-hal yang bisa dilakukan saat ini, dimulai dari hal yang terkecil.
- Berkomitmen untuk melakukan hal atau kegiatan yang sedikit-sedikit.
- Terapkanlah pola pikir “harus” untuk menyemangati pikiran kita dalam menyelesaikan setiap pekerjaan.
- Temukan seseorang yang perhatian atau menemani kita di saat kita melakukan kesalahan atau kegagalan.