Work Stress

Apakah kamu sedang merasa stres atau banyak pikiran akhir-akhir ini? Terkait pekerjaan, urusan dirumah, atau hubungan dengan orang-orang disekitar kamu? Terlebih dengan pandemi yang belum juga usai tidak tau sampai kapan pastinya akan membuat kita sering cemas dan stres memikirkan banyak hal.

Jika kamu saat ini bekerja, pastinya tahu bagaimana rasanya stres di tempat kerja. Banyaknya pekerjaan dengan deadline yang bersamaan, rapat terus menerus, dan faktor pemicu stres lainnya. Nah sebelum bahas tentang stres di tempat kerja, kita bahas sedikit ya apa itu stres. Stres adalah reaksi tubuh terhadap tantangan atau tuntutan yang akan menguras diri kita baik secara fisik maupun emosional. Tingkat stres umumnya tinggi di tempat kerja dan karenanya perlu dikelola. Stres kerja berkembang ketika segala sesuatunya tidak berjalan seperti yang diharapkan serta dapat meningkat ketika kita merasa tidak mendapatkan dukungan penuh dari atasan dan rekan kerja atau merasa tidak dapat mengendalikan pekerjaannya. Berikut beberapa gejala stres yang mungkin bisa menjadi pengingat bagi kita untuk dapat segera kita identifikasi sendiri.

Secara alamiah, tubuh dan pikiran kita akan merespon terhadap pemicu stres yang ada di sekitar kita, dimana akan langsung ‘mengaktifkan’ reaksi fisik yang disebut respon fight or flight. Manusia mengembangkan respon rasa takut yang terkoordinasi ini untuk melindungi diri dari ‘bahaya’ di lingkungan. Akan tetapi, apa yang akan terjadi jika kita menghadapi stres di tempat kerja setiap hari? Seiring waktu, stres kerja kronis dapat menyebabkan sindrom psikologis yang dikenal sebagai burnout. Tanda-tanda burnout seperti kelelahan yang luar biasa, sinisme, dan rasa tidak berdaya dengan pekerjaannya. Stresor terkait pekerjaan tertentu terkait erat dengan burnout, berikut pembagian stresor agar lebih mudah dipahami.

Work ContentWork Context
Konten Pekerjaan (pekerjaan yang monoton, tidak bervariasi, tidak menantang, tidak berarti, tidak menyenangkan)Pengembangan karir, status, dan gaji (gaji yang tidak memadai, ketidakadilan dalam pengembangan karir, ketidakamanan kerja, promosi yang kurang, sistem evaluasi/penilaian kinerja yang tidak jelas/tidak adil)
Beban dan kecepatan kerja  (terlalu banyak/sedikit pekerjaan, bekerja dibawah tekanan waktu)Peran di organisasi (peran tidak jelas)
Jam kerja (yang ketat, tidak fleksibel, panjang, yang tidak dapat diprediksi, sistem shift yang dirancang dengan buruk)Hubungan interpersonal (kurangnya komunikasi antara rekan kerja, penindasan, pelecehan, kekerasan)
Partisipasi dan kontrol (kurang partisipasi dalam pengambilan keputusan, kurang kontrol dalam metode kerja, jam kerja, lingkungan kerja)Kultur organisasi (komunikasi yang buruk antar pegawai, kepemimpinan yang buruk, kurangnya kejelasan tentang tujuan organisasi)
 Home-work interface (ketidaksesuaian antara nilai-nilai yang dianut di tempat kerja dan dirumah)

Bagaimana stres kerja dapat mempengaruhi well-being seseorang?

Efek jangka panjang terhadap stres kerja dapat memengaruhi kesehatan mental seseorang. Dalam suatu penelitian menghubungkan burnout dengan gejala kecemasan dan depresi, bahkan beberapa kasus sampai menjadi masalah kesehatan mental yang serius. Selain itu, dalam penelitian tersebut menunjukkan orang yang lebih muda yang secara rutin menghadapi beban kerja yang berat dan tekanan waktu yang ekstrim pada pekerjaan lebih mungkin untuk mengalami gangguan depresi berat dan gangguan kecemasan umum.

Tingkat stres yang tinggi di tempat kerja dapat memengaruhi kesehatan fisik juga. Aktivasi berulang dari respons fight or flight dapat mengganggu sistem tubuh dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit. Pelepasan berulang hormon stres kortisol dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan kemungkinan gangguan autoimun, penyakit kardiovaskular, dan penyakit Alzheimer. Stres kronis juga dapat mempengaruhi kesehatan dengan mengganggu perilaku sehat, seperti olahraga, makan seimbang, dan tidur.

Dari sisi organisasi, stres kerja juga dapat merugikan organisasi. Burnout pada karyawan akan otomatis mengurangi produktivitas dan kinerja, meningkatnya ketidakhadiran (absen), meningkatnya turnover karyawan, tidak termotivasi dalam bekerja, berkurangnya komitmen untuk bekerja, serta memicu konflik antara rekan kerja sehingga membuat lingkungan kerja yang tidak nyaman yang juga memicu stres kerja. Selain itu, organisasi juga kecil kemungkinannya untuk berhasil dalam pasar yang kompetitif. Stres kerja merupakan masalah yang cukup serius bagi suatu organisasi apabila tidak dicegah atau ditangani dengan baik seperti memiliki manajemen yang baik sebagai bentuk dari pencegahan stres di organisasi.

Sekarang pertanyaanya apakah stres kerja dapat dikelola dan diatasi? Berikut beberapa keterampilan yang diajarkan dalam terapi perilaku kognitif yang dapat membantu mengelola stres kerja:

  1. Strategi relaksasi. Relaksasi membantu melawan efek fisiologis dari respons fight or flight. Contoh, duduk nyaman dengan mata tertutup. Tarik nafas selama 10 detik, lalu hembuskan selama 20 detik. Setiap kali Anda melepaskan ketegangan otot, pikirkan “santai” untuk diri sendiri. Keterampilan ini dapat membantu mengurangi gejala kecemasan.
  2. Penyelesaian masalah. Penyelesaian masalah adalah strategi active coping dengan mengambil langkah-langkah spesifik ketika menghadapi masalah atau tantangan. Langkah-langkah ini termasuk mendefinisikan masalah, melakukan brainstorming untuk mencari solusi, memberi peringkat solusi, mengembangkan rencana tindakan, dan menguji solusi yang dipilih.
  3. Mindfulness. Mindfulness adalah kemampuan untuk memperhatikan keadaan saat ini dengan rasa ingin tahu, keterbukaan, dan penerimaan. Stres dapat diperburuk ketika kita menghabiskan waktu untuk merenungkan masa lalu, mengkhawatirkan masa depan, atau mengkritik diri sendiri. Dengan adanya sikap mindfulness membantu melatih otak untuk menghentikan kebiasaan berbahaya ini. Cara mudah dan simpel yang dapat dilakukan sendiri yaitu dengan meditasi atau berjalan santai, cara ini merupakan terapi berbasis kesadaran efektif untuk mengurangi gejala depresi dan kecemasan.
  4. Menilai kembali pikiran negatif. Stres dan rasa khawatir yang berlebihan dapat membuat seseorang mengembangkan pikiran alam bawah sadar untuk menafsirkan segala situasi secara negatif. Misalnya, selalu membuat kesimpulan negatif dengan sedikit atau tanpa bukti (contoh: “atasan saya berpikir saya tidak kompeten”) dan meragukan kemampuan dirinya untuk mengatasi stres (contoh: “Hidup saya akan berantakan jika saya tidak mendapatkan promosi”).

Saat ini, stres menjadi suatu masalah besar yang hampir dihadapi oleh setiap orang. Sehingga cara terbaik untuk dapat menghilangkan atau meminimalisir stres dari kehidupan kita adalah dengan memahami penyebab stres dan kemudian mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mencegahnya. Banyak sumber menyatakan bahwa beban kerja menjadi penyebab terbesar stres karena setiap profesi itu pasti ada kesulitan dan tantangan baru setiap harinya. Namun, bekerja menjadi hal yang tidak dapat kita hindari dan harus dilakukan untuk dapat bertahan hidup.

Oleh karena itu, suatu organisasi harus fokus pada pengelolaan stres kerja karena karyawan adalah sumber ‘pendapatan’ dan sumber dayanya, sehingga menjadi tanggung jawab sepenuhnya bagi organisasi untuk dapat menghilangkan atau meminimalisir. Ada banyak cara yang bisa dilakukan seperti melakukan interaksi antara atasan dan bawahan atau acara yang membangun kultur/atmosfer yang menyenangkan di lingkungan kerja. Karena seperti yang dikemukakan oleh Maslow dalam teori hierarki kebutuhannya, kebutuhan aktualisasi diri seorang karyawan harus diperhatikan, yang diperlukan untuk setiap perusahaan, karena hanya bekerja dan bekerja saja tidak dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan, tetapi karyawan yang termotivasi pasti membawa dampak yang positif untuk perusahaan. Jadi, ayo lebih fokus pada manajemen stres daripada kerja terus menerus.

Sumber:

  1. Work Organization & Stress, Protecting Workers’ Health Series No.3, WHO, 2004
  2. Harvard Health Publishing, Harvard Medical School, 2019
  3. https://www.educba.com/stress-management-strategies/