Millennial dan Tempat Kerja

Yup. Kata Millennials sepertinya terdengar overrated beberapa tahun ini. Buat saya yang juga masuk dalam generasi ini menjadi risih jika mendengar kata tersebut. Menurut hasil Sensus Penduduk 2020 dari Badan Pusat Statistik (BPS), Millennials mendominasi pada posisi kedua sebesar 25,87% yang tentunya sudah memasuki usia produktif bekerja. Ledakan itu pula yang mungkin menyebabkan millennials menjadi buah bibir yang laris manis jadi perbincangan.

Begitu juga halnya di banyak tempat bekerja. Tak jarang Millennials menjadi “isu hangat” yang selalu menjadi topik bahasan di kalangan para pimpinan. “Organisasi kita diisi lebih dari 70% Millennials”, “Millennials harusnya lebih aktif dan memberikan idenya”, “Millennials tidak sopan ya kepada atasan atau yang lebih tua”, “Mengapa millennials sulit menaati peraturan?”, “Mengapa millennials begini, mengapa millennials begitu?”. Doooh kalau kata lagu Raisa, Serba Salah yaa.

Mungkin yang sering berhembus adalah stigma kurang menyenangkan yang dilabelkan kepada kaum anti ribet ini. Millennials katanya bebal, tidak loyal, dan bengal. Apa iya? Hal yang sering menjadi benturan antara millennial dan jajaran pimpinan adalah gaya bekerja dan komunikasi. Millennial menyukai hal dinamis, kebebasan, dan fleksibiltas. Tentunya berbanding terbalik dengan gaya pimpinan “era generasi dewasa” yang lebih menjunjung tinggi keamanan dan kestabilan. Tak usah jauh di dunia pekerjaan, hal simple yang sering terjadi di rumah bersama orang tua saya.

Setiap ada diskusi antara orang tua dan anak (saya dan adik saya), mengenai pindah tempat kerja, nasihat yang terucap oleh orang tua kami adalah “sudah enak kerja di tempat sekarang, pasti, dan kantornya jelas. Di kantor lain belum tentu kan, siapa tau bisa tutup”. Ya, stabil dan aman adalah yang utama. Berbeda dengan pemikiran adik saya yang sedang idealis tentang konsep bekerja. Inginnya bisa bekerja di tempat yang dapat memberikan kesempatan ruang berkontribusi memberikan ide-ide bombatis, aktualisasi diri, tidak terpaku pada aturan baku tertentu. Ya, dinamis. Tak ada yang salah. Hanya berbeda pandangan saja antar generasi.

Tapi apa iya millennial hidup sesuka hatinya saja? Sering jadi bajing loncat di dunia kerja jika bosan? Weits, jangan ngegas. Survei yang dilakukan Gallup selama COVID-19 kepada millennials yang bekerja secara remote. Hasil survei menunjukkan bahwa 75% millennial engage dengan tempat bekerjanya. Tunggu dulu, masih ada “tapi” yang besar! Tapiiii dengan lima kondisi. Namanya juga millennial, selalu ada aja celahnya. Hehe.

Kondisi pertama adalah remote work, dimana 40% millennials yang dapat bekerja dimana saja lebih engage dibandingan yang harus terpaku bekerja di kantor karena membuat mereka lebih leluasa mengatur pekerjaannya. Hal kedua adalah rencana kerja yang jelas. Millennial mengingikan visi yang jelas dari pimpinan mengenai tujuan dan target pekerjaannya. Bukan hanya memberikan perintah dan “pokoknya kerjakan saja”.

Selanjutnya adalah persiapan. Jangan hanya menuntut pekerjaan cepat selesai, namun “alat perang” juga seharusnya menjadi hal yang perlu disiapkan perusahaan. Informasi dan komunikasi yang jelas menjadi faktor keempat dalam hal ini. Millennial haus akan berita terkini terutama di tempat mereka bekerja. Kepo bisa aja nama tengahnya. Kontribusi apa yang sudah mereka berikan dari pekerjaannya untuk organisasi merupakan penghargaan untuk mereka. Last but not least adalah kepedulian organisasi atau pimpinan terhadap kesejahteraan dan kesehatan. Bukan hanya sekedar materi, tapi cakupannya terkait dengan kehidupan sosial, karir ke depan, dan dukungan moral.

Materi bukanlah segalanya dalam bekerja. Bagi kaum rebahan ini, hal penting yang menjadikan mereka engage adalah fleksibiltas dalam bekerja, trust dari atasan, dan keseimbangan antara bekerja dan kesesuaian dengan visi misinya “foya-foya”.

Sumber:

  1. Gallup.com
  2. Business.com