Kita semua tentu pernah merasa bosan waktu lagi meeting. Pikiran jadi kemana-mana, asyik lihat smartphone; asyik whatsapp dengan orang lain atau sibuk memperhatikan media sosial orang lain. Pemimpin rapat juga nggak peduli dan sibuk sendiri. Kita disconnect dengan jalannya rapat dan hadir hanya sebatas fisik tidak ikut kontribusi pada pembahasan topik. Bayangkan kalau sebagian besar rapat yang kita ikut amat membosankan, berapa banyak waktu yang kita habiskan percuma. Padahal statistik menjelaskan setiap hari ini dunia ini ada sekitar 11 juta meeting, sekitar 55 seminggu dan 220 juta meeting dalam sebulan. Berapa banyak waktu yang terbuang percuma ketika sebagian besar meeting yang diadakan tersebut membosankan bagi peserta.
Patrick Lencioni dalam bukunya “death by meeting” menjelaskan bahwa meeting yang membosankan merupakan salah satu masalah terbesar di kantor. Faktor utama yang membuat meeting menjadi membosankan adalah kemampuan dari pemimpin meeting. Pelaksanaan tidak boleh satu arah, harus dibuat menarik dan melibatkan seluruh peserta. Selain itu ada dua hal komponen penting sebuah meeting yang membosankan menurut Lencioni. Pertama lack of drama, dan kedua adalah lack of context or purpose. Sebuah meeting menjadi menarik apabila ada drama dalam pelaksanaannya. Drama tersebut diatur oleh pemimpin meeting. Drama bisa berupa topik yang kontroversial yang dapat memicu perdebatan dalam pembahasannya. Konflik antar peserta meeting yang sengaja dibuat agar terjadi perdebatan dalam pembahasannya. Namun semua masih dalam koridor yang ditentukan dan dapat dikendalikan oleh pemimpin meeting. Dengan demikian meeting masih berjalan dengan lancar dan menghasilkan suatu kesepakatan.
Hal kedua adalah lack of context or purpose. Banyak terjadi kita mengikuti meeting karena sebuah keterpaksaan atau kegiatan rutin, sehingga sekedar hadir dan tidak memiliki keinginan berkontribusi lebih jauh dalam pembahasan. Lagi-lagi dibutuhkan kemampuan pemimpin rapat untuk sejak awal menjelaskan mengapa meeting diadakan, apa saja yang akan dibahas dan keputusan apa yang diharapkan dihasilkan dalam meeting. Ketika kita idak paham dengan topik yang dibahas, kita cenderung menjadi pendengar dan setelah sekian lama berusaha mengikuti dan kemudian merasa tidak bisa mengikuti pembahasan, kemudian kita disconnect dengan pembahasan. Namun ketika sejak awal kita sudah paham topik yang dibahas dan peran yang diharapkan, kita akan berupaya mempersiapkan. Dengan demikian apabila semua peserta meeting melakukan hal yang sama, pelaksanaan meeting akan berjalan dengan lancar dan mampu menghasilkan sebuah kesepakatan.
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa ketrampilan pemimpin meeting menentukan kualitas dari sebuah meeting. Celakanya sebagian besar dari pimpinan tidak pernah diajarkan secara khusus bagaimana memimpin meeting dengan baik. Yang dilakukan adalah hasil sebuah proses keikutsertaan pada meeting sebelumnya. Padahal rapat-rapat yang diikuti sebelumnya belum tentu memberikan sudah sesuai dengan standar meeting yang baik. Yang lebih celaka adalah banyak pimpinan yang kurang suka melaksanakan meeting. Lencioni mengibaratkan mereka seperti seorang ahli bedah yang tidak suka melakukan bedah. Tugas seorang pimpinan adalah melakukan koordinasi bawahan, dan koordinasi tersebut dilakukan melalui meeting. Sehingga kalau pimpinan tidak suka melakukan meeting, bagaimana dia melakukan koordinasi terhadap pelaksanaan tugas di unit kerjanya.
Sudah saatnya perusahaan memberikan perhatian yang besar dalam pelaksanaan meeting mereka. Menyusun sebuah standar, template atau video yang bisa digunakan sebagai rujukan menjadi sebuah keharusan. Dengan demikian seluruh karyawan bisa mendapat pemahaman bagaimana melaksanakan meeting dengan baik, dan tidak perlu merasakan kebosanan seperti yang Lencioni jelaskan dalam bukunya.
Tetap semangat.