Menguasai Ketakutan saat Public Speaking

Pernahkah Anda mengalami momen dimana harus berbicara di depan umum tapi tubuh Anda merasakan kegelisahan hingga ketakutan seketika sebelum mulai berbicara? Jika ya, berarti Anda tidak sendiri. Berdasarkan estimasi para ahli, 77% populasi di seluruh dunia memiliki tingkat kecemasan dalam hal public speaking atau kemampuan untuk berbicara di depan umum. Sebagian orang mampu mengendalikan kecemasan ini, namun kebanyakan tidak. Apakah sulit untuk menguasai ketakutan ketika melakukan public speaking?

Glossophobia atau ketakutan terhadap public speaking merupakan hal yang cukup sering terjadi.  Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Lisa Fritscher pada situs Verywell Mind yang sudah mendapatkan reviu dari Steven Gans, seorang psikiatris dan pengajar di Harvard Medical School, Glossophobia merupakan bagian dari Social Phobia atau ketakutan atas situasi sosial. Namun, yang membedakan dari gejala social phobia yang lain adalah orang yang memiliki Glossophobia tidak takut untuk ketemu orang atau mempertunjukan sesuatu di depan orang-orang, seperti menyanyi atau menari asalkan tidak harus berbicara di depan umum.

Tidak hanya pada orang dewasa, anak-anak pun terkadang memiliki Glossophobia. Contohnya pada saat di kelas. Ketika guru menanyakan sebuah pertanyaan pada murid di kelasnya, rata-rata murid di sekolah tersebut pasti berharap untuk tidak dipanggil namanya untuk menjawab pertanyaan meskipun mereka tahu jawabannya. Hal ini dikarenakan mungkin diri kita ingin menghindari untuk menjadi “public attention”.

Ya, ketika kita berbicara di depan umum, kita akan mendapatkan atensi dari orang di sekeliling kita. Bagi kita yang tidak biasa menjadi pusat perhatian akan cenderung gelisah pada saat menjadi “spotlight” publik. Gejalanya mulai dari berkeringat, detak jantung berdegup kencang, mulut kering, sulit bernapas, pusing, hingga tiba-tiba merasakan ingin buang air. Bagi Anda yang sulit mengontrol ketakutan ini, ternyata dapat membawa dampak yang kurang baik, lho!

Faktanya, di lingkungan pekerjaan dan proses meniti karir, seseorang akan dituntut untuk memiliki tingkatan public speaking yang cukup. Berpartisipasi pada pertemuan, mempresentasikan ide atau laporan, atau tugas lainnya yang membutuhkan seseorang untuk mampu berbicara di depan kolega-koleganya. Jika belum dapat mengontrol ketakutannya, maka seseorang akan kesulitan untuk melakukan pekerjaannya. Kalau terus dibiarkan, bisa menghambat karir atau mungkin kehilangan pekerjaan. Lebih jauh lagi, risiko yang lebih besar kalau kita tidak bisa mengontrol ketakutan ini, kita akan mengalami depresi atau kegelisahan tiada henti.

Ada beberapa cara untuk melatih menghadapi ketakutan saat public speaking. Salah satunya adalah melalui Cognitive-Behavioral Therapy (CBT). Terapi ini bertujuan untuk mengganti pesan ketakutan yang sampai ke otak dengan narasi positif kepada diri sendiri. Melalui terapi ini, seseorang akan mempelajari bagaimana teknik relaksasi diri dan apa yang harus dilakukan saat menghadapi “panic attack”, seperti mengatur nafas, berpikiran positif dan mengatur ritme jantung sebagaimana yang kita biasa lakukan saat berolahraga.

Hal lainnya yang dapat membantu untuk menurunkan ketakutan kita terhadap public speaking adalah dengan rutin bergabung dalam grup kecil yang melakukan aktivitas dialog aktif antar anggotanya. Melalui kebiasan rutin berbicara di depan anggota grup, selain meningkatkan kemampuan public speaking seseorang, kegiatan ini juga dapat membangun kemampuan “critical thinking” yang nantinya melengkapi kemampuan berdialog seseorang.  Melalui cara ini, seseorang juga dapat meningkatkan kepercayaan diri, dimana rasa percaya diri sangat penting untuk menjadi modal dasar seseorang melakukan public speaking.

Bagaimana? Apakah sudah cukup membantu? Kita bisa memulai aktivitas rutin untuk mengontrol ketakutan kita ketika harus public speaking dengan cara-cara di atas mulai dari sekarang!

Tagged :

Favoritism (2)

Tulisan ini terinspirasi dari kekalahan Manchester United yang kesekian kali di musim ini. Hujatan dan permintaan manajer OGS dipecat marak kembali. Selain dianggap kurang memiliki kemampuan taktikal, OGS dianggap memfavoritkan beberapa pemain meskipun di musim ini bermain jelek. Sementara pemain lain dengan kualitas yang baik dan dibeli dengan harga mahal tidak dimainkan. Rumornya ini menjadi sumber konflik internal pemain sehingga mengganggu kebersamaan tim.

Favoritism sendiri diartikan sebagai praktek memberikan perlakuan istimewa kepada seseorang atau sekelompok orang sehingga merugikan orang lain. Di dunia kerja hal ini merupakan hal yang biasa dimana hasil survei Georgetown University menjelaskan bahwa senior eksekutif melihat dalam proses promosi 92% dilakukan di dunia kerja dilakukan berdasarkan favoritism. Mereka juga menjelaskan bahwa 84% dilakukan oleh perusahaan mereka sendiri, dan bahkan sekitar 25% dari senior eksekutif ini mengakui bahwa mereka melakukan praktek tersebut.

Favoritism sendiri merupakan sesuatu yang wajar dan alami. Dari sekian baju yang kita miliki, tentu ada yang kita amat suka. Dari sekian banyak teman yang ada, tentu ada yang paling cocok. Demikian juga dengan anak buah. Pemimpin memiliki sekian banyak anak buah, tetapi dia merasa ada yang paling cocok. Hal tersebut tidak dapat dihindari, namun jangan sampai kemudian hanya memberikan kesempatan kepada anak buah tersebut dan tidak kepada yang lain. Boleh lebih cocok dengan seseorang, tetapi harus tetap adil dan profesional dalam hal pekerjaan dengan anak buah yang lain. Jangan sampai tugas yang menantang atau menarik hanya diberikan kepada seseorang saja secara berulang kali. Kesempatan ini harus diberikan juga kepada anak buah yang lain untuk menciptakan keadilan.

Kita juga harus mampu membedakan antara favoritism dengan penghargaan atas kinerja yang baik. Terkadang seseorang diberikan kesempatan bukan karena perlakuan istimewa, tapi memang bekerja keras dan mengerjakan tugas dengan baik melebih ekspektasi sehingga mendapat kepercayaan. Hal ini bukanlah favoritism karena diperoleh dari sebuah kerja keras. Akan tetapi bila perlakuan istimewa tersebut diperoleh dari hubungan keluarga, kesamaan asal daerah atau kedekatan personal maka itu bisa dikatakan favoritism. Oleh karena itu kita perlu berhati-hati mendefinisikan suatu kondisi ke dalam favoritism.

Sebagai seorang pemimpin, seperri OGS di Manchester United, dia harus memberika kesempatan bermain kepada pemain yang lain. Apalagi ketika pemain inti sedang bermain buruk, atasan harus memberikan kesempatan yang lain untuk bermain. Jangan terus memaksakan pemain tertentu saja karena yang dirugikan akhirnya adalah tim atau perusahaan. Suasana kerja juga kurang kondusif, kepercayaan kepada atasan jadi rendah dan kinerja tim menjadi buruk. Tidak ada hal baik dari favoritism.

Apa yang bisa dilakukan ketika anda menemukan hal ini di kantor? Pertama adalah berusaha membicarakan hal ini dengan orang yang tepat. Kedua, berusaha memahami mengapa orang tersebut mendapat keistimewaan. Ketiga, tetap bekerja keras dan profesional serta tidak memusuhi orang yang mendapatkan keistimewaan. Keempat, tetap berfikiran positif dan bersabar dalam bekerja. Terakhir, terus mencari kesempatan untuk mendapat tugas yang menantang sesuai dengan kemampuan dan kompetensi anda.

Favoritism adalah sesuai hal yang biasa, perlu diterima namun bukan menjadi halangan bagi anda untuk terus berkarya. Tetap semangat dan berkarya, karena kesempatan tersebut bisa datang secara tiba-tiba dan dengan cara yang tidak disangka-sangka. Tetap semangat!