Holacracy

Pernah lihat film the Intern (2015) yang dibintangi Robert de Niro dan Anne Hathaway? Bila kamu menonton, pasti ingat perusahaan retail pakaian bernama About the Fit yang sekilas terlihat amat menyenangkan. Seluruh anggota tim di perusahaan dapat berkomunikasi dengan luwes seakan-akan tiada sekat antara atasan dan bawahan. Kondisi demikian serupa dengan konsep Holacracy, yaitu sistem kerja yang memberikan kebebasan penuh kepada setiap individu untuk bekerja dan berkarya sesuai dengan kapabilitas semaksimal mungkin tanpa batasan yang signifikan dari atasan langsung, dengan demikian perusahaan diharapkan dapat berjalan secara lebih responsif dan berorientasi pada tujuan. Bahkan holacracy tidak memiliki struktur organisasi baku, namun sangat dinamis dan mudah berubah sepanjang waktu.

Setiap orang dalam organisasi holacracy bertanggung jawab penuh atas tugas dan target yang ingin dicapai tanpa perlu melapor kepada supervisor atau manager dan tidak perlu menunggu perintah pekerjaan. Lalu bagaimana bila tidak ada bos atau manajer yang mengarahkan? Jadi pada pendekatan Holacracy, perusahaan membentuk tim-tim kecil yang independen dan saling terhubung. Tiap tim punya otoritas mengambil keputusan sendiri: mereka diberi suatu target dan tujuan besar, lalu mereka memutuskan sendiri gimana caranya mencapai tujuan tersebut. Intinya yaitu tentang self-management. Dengan holacracy, tiap orang dan tim akan memiliki sense of belonging yang lebih tinggi ke organisasi tempat bekerjanya karena mereka merasa berkontribusi secara langsung atas keputusan penting perusahaan. Oleh sebab itu organisasi holacracy dapat mendorong inovasi pegawai, sense of community, memberdayakan pegawai apapun levelnya, serta meminimalisir proses bisnis dan berbagai meeting yang tidak penting.

Pada gambar diatas, seluruh komponen pegawai pada sistem holocracy dapat berkontribusi langsung terkait fungsi timnya. Bahkan seorang CEO pun dapat memiliki portofolio kerja. Sistem ini memang terdengar sangat sesuai dengan generasi millennials yang suka dengan kecepatan proses dan informalitas bekerja. Akan tetapi sistem holacracy masih sulit diterapkan oleh banyak perusahaan, baik startup atau konvensional karena membutuhkan perubahan mindset yang besar. waktu yang dibutuhkan untuk bertransisi juga cukup panjang karena tidak semua pihak dan perusahaan dapat menerima dan nyaman dengan konsep holacracy. Holacracy pada dasarnya cocok bagi organisasi yang fokus terhadap inovasi, ingin mengubah cara orang bekerja dan meningkatkan kinerja pegawai, mempercepat pengambilan keputusan, mencapai tujuan dengan resources terbatas, dan mengungkap bakat-bakat terpendam dan ide brilian dari para pegawai.

Namun layaknya pendekatan keorganisasian lainnya, holacracy bukan tanpa kekurangan. Beberapa isu masih harus diperhatikan, yaitu (1) kepemimpinan yang kurang terlegitimasi dapat menimbulkan risiko tim menjadi disorganized dan tidak efektif, apalagi bila ketua tim yang ditunjuk bukan orang yang tepat. (2) Pada holacracy tidak ada blame game atau saling menyalahkan, sehingga ada potensi pegawai menjadi free rider terhadap capaian tim. Merekapun tidak dapat ditindak karena memang tidak ada formal authority yang memintanya melakukan tugas tertentu secara langsung. (3) Holocracy cenderung sulit diimplementasikan karena pada dasarnya, manusia terbiasa hidup dalam hierarcy sosial, perubahan mindset pegawai agar self-managed tidak mudah diterapkan dengan cepat, namun butuh proses dan pelatihan yang panjang.

Nah, dunia kerja sudah semakin berubah bukan? Siapkah kamu melakukan revolusi besar terhadap sistem organisasi di perusahaan atau organisasi kamu?

Information Source:

holacracy.com, wrike.com, majalah.kliksaja.co, hbr.org, kumparan.com, ziliun.com