“Speak your mind even if your voice shakes.” -Maggie Kuhn
Sekarang saya baru paham kenapa Partner di tempat dulu saya bekerja selalu memaksa anak buahnya untuk bertanya atau berpendapat di setiap sesi apapun itu.
He said “There is no stupid question. The only stupid question is the one who has not been asked.” “Tidak ada pertanyaan yang bodoh. Pertanyaan bodoh adalah pertanyaan yang tidak ditanyakan.” Kita sebagai orang timur kebanyakan tidak dibesarkan dalam lingkungan yang menyemangati untuk mengutarakan pendapat. Padahal manfaatnya banyak!
Hal yang kurang lebih sama dikatakan bekas Atasan saya sebelum saya berangkat kuliah ke Amerika. Beliau menasehati saya untuk berani speak-up di kelas. Orang bule yang belum tentu bener atau belum tentu bisa kerja aja berani buat speak-up.
Hasil observasi saya selama tinggal di negeri Paman Sam, apa yang dikatakan Atasan saya dahulu benar adanya. Orang di sini biasa untuk “ngomong” – mau salah, mau bener; mau receh, mau penting; mau panjang, mau pendek – yang penting “ngomong”. Padahal belum tentu orang yang “ngomong” itu beneran “jago” atau bisa kerja. Segitu pentingnya untuk “bersuara” di kelas, hal tersebut jadi salah satu komponen IPK di setiap mata kuliah (sekitar 10%).
Meanwhile, orang Indonesia yang sebenernya ga kalah dari sisi kualitas kerja, skill, dan lain-lain, ga berani-berani amat untuk speak-up. Kadang untuk speak-up aja perlu mikir ribuan kali: malu, takut salah, “receh ga ya pertanyaan gw?”, dan sebagainya. Kalian ngerasain hal yang sama?
Temans, let’s start to speak-up atau mulai menciptakan lingkungan yang kondusif buat speak-up!
Di dalam kelas, mengutarakan pendapat atau bertanya melatih kita untuk mengartikulasikan apa yang kita pahami – untuk mengecek apakah kita beneran paham akan sesuatu hal, apakah hal yang mau kita sampaikan beneran sampai dengan tepat kepada audience kita. Terdengar sepele ya? Tapi ini adalah dasar dari komunikasi yang baik.
Di lingkungan pekerjaan, punya anak buah atau kolega yang berpartisipasi aktif dalam memberikan pendapat dalam pembahasan pekerjaan akan meningkatkan kualitas deliverables pekerjaan. It drives innovation dan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif. Selain itu, sebagai atasan, hal tersebut dapat menjadi indikator adanya trust di lingkungan yang Anda pimpin dan apakah anak buah Anda engage dan memiliki ownership atas pekerjaan yang dilakukan.
Kemampuan berbicara juga menjadi salah satu skill penting seorang leader. Leader memiliki banyak kesempatan untuk tampil berbicara di depan umum. Kemampuan untuk berbicara penting bagi leader selain untuk membangun citra tetapi untuk meng-influence orang banyak ke arah yang lebih baik.
Kemudian, bagaimana cara kita berkontribusi?
First thing first, mulai dari lingkungan terdekat Anda. Kalau Anda sudah berkeluarga dan memiliki anak, encourage anak Anda untuk bercerita, mengutarakan pendapatnya akan sesuatu hal. Bahkan dalam situasi berdebat dengan anak pun, anak harus mendapat pesan bahwa mengutarakan pendapat dan berbeda pendapat adalah hal yang wajar. Jangan “shut-down” anak yang akan membuat trauma untuk speak-up. Kalau Anda seorang guru, semangati anak murid Anda untuk menyuarakan pendapatnya. Kalau Anda sudah jadi bos di kantor, ciptakan lingkungan yang sama. Semangati anak buah untuk berbicara – seremeh temeh apapun itu! Jangan permalukan mereka atau membiarkan koleganya untuk mempermalukan mereka.
Last but not least: do active listening. Ini yang susah. Karena orang biasanya maunya didengarkan tapi belum tentu mau mendengarkan. Ketika lawan bicara tahu kalau kita attentive dalam mendengarkan, hal itu akan membuat lingkungan atau lawan bicara lebih nyaman untuk speak-up.