Monotasking (vs Multitasking)

Seorang teman mengatakan bahwa dia mampu mengerjakan banyak tugas dalam satu waktu. Hebat. Mengerjakan banyak hal dalam satu waktu dinamakan multitasking, sementara mengerjakan tugas secara fokus satu persatu dinamakan monotasking. Dalam dunia kerja yang amat berbeda dan dinamis, hal ini menjadi penting. Multitasking memiliki potensi berujung pada kelelahan fisik yang kemudian akhirnya dapat mempengaruhi kesehatan mental.

Dalam satu studi dijelaskan bahwa dari keseluruhan populasi manusia, hanya 2.5% yang mampu melaksanakan tugas secara berbarengan dalam satu waktu. Studi lain juga menjelaskan bahwa otak kita tidak mampu melaksanakan dua tugas berat dalam waktu bersamaan. Sehingga multitasking menjadi suatu hal yang sulit untuk dilakukan. Menurut Pubmed, hasil riset juga membuktikan bahwa multitasking menurunkan IQ dan juga menurunkan tingkat produktivitas sampai dengan 40%.

Dalam keseharian kita sebenarnya banyak melakukan multitasking. Kita makan sambil nonton TV, kita membaca atau belajar sambil mendengarkan musik atau mengobrol dengan teman sambil membaca pesan elektronis. Secara tidak sadar kita sudah melakukan dua hal berbeda dalam kesempatan yang sama. Namun ketika ditambah dengan hal lainnya kita menjadi kesulitan. Misalnya kita nonton drakor sambil makan dan kemudian sambil menjawab pesan elektronis. Walhasil kita pasti akan sering pencet rewind karena banyak dialog atau adegan yang terlewat.

Dalam buku 4 disciplines for execution penulis Covey, Chesney dan Huling menjelaskan bahwa ketika kita fokus terhadap satu tujuan, probabilita penyelesaian tugas dengan baik adalah 100%. Namun ketika tujuan ditambah, maka probabilita kesuksesan menurun. Kemudian sampai di suatu titik, dimana kita mengerjakan beberapa tugas menyebabkan tidak ada yang dapat diselesaikan dengan baik.

Para praktisi mindfulness juga amat mendorong kita untuk melakukan monotasking. Pekerjaan yang banyak dalam satu kesempatan menimbulkan kecemasan dan kegelisahan sehingga berdampak pada gangguan kesehatan mental. Sebaliknya dengan fokus mengerjakan tugas satu persatu, seseorang akan semakin kreatif dan sukses menyelesaikan tugas melebihi yang diharapkan.

Ketika sudah memahami monotasking lebih baik, apa yang perlu dilakukan untuk membentuk mindset monotasking? Bryant Adibe, Chief Wellnes Officer di Mount Saint Mary University Los Angeles memberikan 5 tips sebagai berikut:
1. Deep Work. Kita membiasakan diri bekerja lebih dalam daripada sekedar menyelesaikan tugas. Biasakan meluangkan 2-4 jam sehari untuk fokus pengerjaan satu tugas tanpa diganggu oleh apapun, termasuk emai, telepon, ngobrol dll).
2. Peak Performance Time. Tentukan waktu terbaik anda untuk fokus. Setiap orang berbeda, ada yang pagi, siang, sore dan bisa juga malam. Asal jangan audah melebih jam tidur, hal ini juga bisa mengubah pola kehidupan menjadi tidak baik.
3. Eliminate Distractions. Ketika memulai hari dengan 10 tugas yg perlu diselesaikan, fokus kepada hanya dua hal utama. Bukan yang lain tidak diselesaikan, tetapi ketika dua tugas utama diselesaikan dengan baik, maka psikologis anda akan meningkat.
4. Build Your Day Like a Skycraper. Setelah menentukan skala prioritas, atur waktu khusus untuk menyelesaikan hal lain seperti menjawab email, menelepon dll. Jangan membalas pesan elektronis setiap saat, hal tersebut akan mengganggu konsentrasi anda.
5. Create Negative Time. Maksudnya kita perlu menentukan waktu untuk kita tidak melakukan hal apapun. Istirahat. Ini diperlukan agar tubuh dan otak kita kembali fresh dalam mengerjakan hal lainnya.

Multitasking bukan hal yang buruk, namun seperti dijelaskan bukan untuk semua orang. Lebih baik kita fokus untuk mengerjakan tugas satu persatu sehingga hasilnya bisa optimal. Anda sendiri pebih cenderung monotasking atau multitasking?